Selasa 04 April 2017
Ah… akhirnya bisa nulis buat ngisi blog lagi. Pas banget nih, lagi suasana kuliah, gua nulis beginian di kampus karena topik yang mau kita bahas ini tentang perkuliahan
Ah… akhirnya bisa nulis buat ngisi blog lagi. Pas banget nih, lagi suasana kuliah, gua nulis beginian di kampus karena topik yang mau kita bahas ini tentang perkuliahan
—Oh, lu anak kuliahan bro? kukira kau anak manusia
Kalo dipikir-pikir memang baru pertama kali ya, gua ngebahas tentang perkuliahan (setelah tulisan gua sebelumnya yang pertama kali juga bahas entertainment). Padahal gua udah berada di dalam zona penghujung semester yang makin menua . Tapi disini gua ga bahas tentang dunia didalam perkuliahan ataupun bagaimana cara agar bisa masuk ke kampus tertentu.
—Hmph, pasti alesannya bahasan itu sudah banyak di blog sebelah, biar blog lu ga ada saingannya gitu? Terus cara masuk ke kampus, itu kan gampang. Tinggal masuk aja lewatin gerbangnya
He he … tau aja lu tong . Kali ini gua kan bahas sesuatu yang masih ada hubungannya dengan kuliah dan ini juga cukup krusial, yaitu uang. Atau orang kita menyebutnya dengan uang kuliah atau SPP. Bisa dibilang ide tulisan ini muncul saat gua bayar kuliah beberapa waktu lalu. Begini ceritanya.
 |
| sumber : www.ecore.be |
…
Waktu itu gua ke teller bank, 
dan sebagai mahasiswa yang baik, gua antri dulu lah, dan lagipula gua gak enak buat nyerobot antrian karena disitu ada security banknya. 
Kira-kira hampir setengah jam gua nunggu antrian, memang merepotkan sih, apalagi Wi-Finya gak konek-konek lagi, hmph. 
dan sebagai mahasiswa yang baik, gua antri dulu lah, dan lagipula gua gak enak buat nyerobot antrian karena disitu ada security banknya. Kira-kira hampir setengah jam gua nunggu antrian, memang merepotkan sih, apalagi Wi-Finya gak konek-konek lagi, hmph.
Akhirnya pas nomer antrian gua dipanggil, rasanya lega serasa habis dipanggil untuk giliran audisi. Waktu serasa melambat. Gua pun mulai berjalan perlahan. Jantungku berdegup kencang. Hatiku mulai berdesir. Sesekali terdengar sorakan penyemangat dari sisi kanan dan kiriku, yang ternyata mereka adalah orang yang ngantri. 
—Oke cukup sudah! Udah kelewatan nih lebainya 
…
Setelah sampai di depan juri, eh maksudnya abang-abang tellernya, gua melakukan aktivitas biasa seperti semester sebelumnya yaitu bayar uang kuliah. Tapi di hari itu ada sesuatu yang berbeda, yaitu obrolan antara gua dengan abang-abang teller setelah gua ngasih uangnya. Kurang lebih seperti ini :
Anak kuliah ya?
Iya, kok tau Kan tadi barusan bayaran kuliah kan Oh iya, ya. Kirain abang mau bilang saya anak manusia Jurusannya apa Pulogadung bang Bukan tempat kuliahnya! Kuliah kau ambil jurusan apa? Oh, teknik elektro bang. Di bagian komputer Teknik ya, tapi kok ada komputernya? Iya bang, itu prodi baru. Emang agak aneh sih, saya aja pertama kali masuk juga heran kenapa ada prodi begituan di jurusan itu. Abang kayaknya cukup tau tentang jurusan teknik, pernah kuliah teknik juga ya? Iya, pernah di teknik mesin Sekampus sama saya ga bang? Iya Wah, kebetulan nih, angkatan berapa bang? 2010. Yah, tapi beginilah kerjanya, ga ada hubungannya ama teknik. (keliatan si abang nunjukin ruang kerjanya) …, tapi syukur bang masih bisa kerja. Mungkin bingung kuliah apa, kerjanya apa. Saya malah yang lebih bingung, karena belum tau abis lulus mau kemana, apalagi udah semester akhir. Kadang pernah mikir tiap semester bawa uang jutaan buat bayaran, terus liat kertas bukti pembayaran, rasanya makin berat bebannya, karena muncul perasaan kalua abis lulus nanti, minimal harus mengganti semua uang itu Iya, bener juga sih. Bener-bener cerita yang menyentuh. Oke karena transaksi selesai, silakan menyingkir karena ada pengantre yang masih menunggu Oh, oke-oke. Makasih ya bang
Sesaat setelah selesai ngobrol, gua pun berbalik badan dan sedikit kaget karena jumlah yang ngantri 2 kali lipat dari sebelumnya. 
Mereka pasti lama ngantrinya, keliatan dari tatapan mereka yang tajam serasa ingin mengusir gua, 
tidak ada lagi sorakan penyemangat dari sisi kanan dan kiri, tidak ada lagi waktu yang melambat, dan tidak ada lagi jantung berdegup kencang serta hati berdesir. Sebagai mahasiswa yang baik, gua harus segera keluar, lagipula disitu gua diliatin trus ama securitynya.
Mereka pasti lama ngantrinya, keliatan dari tatapan mereka yang tajam serasa ingin mengusir gua, tidak ada lagi sorakan penyemangat dari sisi kanan dan kiri, tidak ada lagi waktu yang melambat, dan tidak ada lagi jantung berdegup kencang serta hati berdesir. Sebagai mahasiswa yang baik, gua harus segera keluar, lagipula disitu gua diliatin trus ama securitynya.
—Obrolan macam apa itu 
…
Yah, itu kurang lebih seperti itu ceritanya. Sesuai dengan judul tulisan ini, apakah uang kuliah menentukan masa depan. Menurut gua, cukup menentukan dari segi psikologis karena wajar kalau manusia mengeluarkan sesuatu untuk investasi masa depannya, pasti ada rasa mengharapkan hasilnya yang minimal senilai ama apa yang udah dikeluarin. Apalagi kalau urusannya uang. Sebenarnya uang kuliah bisa memotivasi diri biar serius kuliahnya, tapi kalo bisa dikurangin biayanya, kenapa enggak?
Yaudah, gua akhiri tulisan ini, pas banget karena mata kuliah juga mau selesai.
—Wah parah lu ga perhatikan kuliah dosen, malah nulis 
Hehe, ya jangan ditiru, don’t try at home, but try at school 
(Karena gua ngelakuinnya di kampus)
(Karena gua ngelakuinnya di kampus)
—Yah, sama aja nyontohin yang buruk 
Sebagai mahasiswa yang baik, ambil yang baik dan buang yang buruk dari tulisan ini. Gua mau pergi dulu, firasat gua ga enak gara-gara security bank waktu itu. 
—Pembaca, tolong jangan ditiru ya, dia bukan mahasiswa yang baik 
Seperti biasa, gua akan kasih beberapa motivasi.
"Kadang bingung sama yang namanya uang, dicari dan dikenal semua orang, padahal cuma selembar kertas atau logam. Beda sama ilmu, tak semuanya dikenal orang, tapi selalu dicari. Mungkin persamaan mereka di saat orang pakai uang untuk cari ilmu, atau pakai ilmu untuk cari uang" ~MNA, 2017
, welcome di blog kita! 
aje) biar enak dibaca dan juga karena alasan mendasar: alamat blog 
yang berganti. Pas nih judulnya, waktu, karena waktu juga blog gua bisa berubah.
tulisan gua dan post pertama di blog baru gua ini.
, kecoa lajang yang mati, pecahan telur gajah, dan fosil iguana. Aku mulai menghitung berapa lama 
aku tak buka blog ini 
. Akhir-akhir ini jadwalku padat banget. Terpaksa aku bersih-bersih dulu di hari Senin.
cuma 1 semester lagi. Biasanya abis UAS pasti liburan, apalagi akhir tahun. Waktu berjalan lambat saat liburan. Disadari atau tidak, kalian pasti merasakannya. Misalnya, ketika waktu sekolah, kalian berpikir, “Kayanya lama banget sih waktu sekolah, pengen cepat-cepat libur nih”. Sedangkan ketika kalian menikmati liburan, “Lama juga nih libur, gak banyak ngapa-ngapain, pengen sekolah lagi nih”. Ketika mau UAS, kalian berpikir, “Sedikit lagi kenaikan kelas, rasanya baru kemarin duduk di kelas baru”. Di saat kalian mau lulus atau wisuda, “Sepertinya baru sebentar kenalan sama teman-teman 
, sekarang mau berpisah lagi” 
. See?
, lambat seperti berjalan 
. Ndak pernah berhenti. Kalo berhenti yah rusak semua di dunia. Kayak peredaran benda langit di angkasa, selalu bergerak dan berputar teratur sesuai ketentuan-Nya. Kalo berhenti, maka itu saatnya... KITA KUISS...
Time yang mengabarkan peristiwa. Waktu 
juga seperti persamaan gelombang seperti gambar awal di atas. Garis lurusnya waktu, gelombangnya merupakan peristiwanya. Setiap orang memiliki persamaan gelombangnya sendiri. Kadang naik, kadang turun. Seperti roda kehidupan.
. Dan mantannya sekarang punya pacar pula. Ketika ku berbicara tentang nama pacarnya, temanku ini kadang teringat mantannya.
“ Weih, mas bro, kenapa telat masuk tadi? Ada upacara loh”
“ Biasalah, hari Senin”
Kan kau lambat masuknya tadi?”
dan kujawab lagi: maaf pak bercanda 
, sebenernya saya telat karena adanya waktu pak, kalau gak ada waktu pasti saya gak bakalan telat, pak. Setelah itu aku disuruh masuk kelas”
” 
, bahkan Tuhan pun bersumpah atas nama waktu Demi Masa (QS. Al-‘Ashr). Zaman sekarang banyak spesies manusia galau akan masa lalu. Tapi itu wajar, karena masa lalu untuk merenungkan, masa kini untuk memikirkan 
dan masa depan untuk merencanakan.
itu merenungkan masa lalu tanpa memikirkan dan merencanakan apa kita akan lakukan. Cara agar tak galau itu adalah mencari alternatif perenungan lain, misalnya muhasabah. Cara lainnya adalah memperbaiki di masa kini agar di masa depan kita tidak akan menggalaukan atau menyesali masa lalu yang akan kita perbaiki. Galau yang tak wajar adalah galau akan masa depan, karena future itu kan ndak ada yang tahu selain Tuhan. Hanya spesies manusia galau tingkat dewa (=bukan manusia normal) yang meng-galau-kan masa depan yang kita tak tahu.
. Yang ku heran dari perkataan orang itu adalah, kalau waktu itu uang, kenapa ada uang di dunia ini? Kan masih ada waktu. Dan jika perkataan orang itu benar, maka pasti orang di dunia ini kaya-kaya semua.
...
